| Ilustrasi. (Foto: Pinterest) |
Oleh: Slamet Abdul Muis (Kader PMII Komisariat Perjuangan Unitomo Surabaya).
CERPEN, PMII SURABAYA - Terlihat cuaca sangat mendung pagi ini, jalanan yang ramai akan orang yang bepergian kerja, sekolah dan kegiatan lainnya. Aku yang menunggu bus dipinggir jalan sambil melihat awan yang hendak menurunkan hujan. Untung berselang lima menit bus yang aku tunggu akhirnya datang juga.
Oh iya, perkenalkan namaku Rahman, dilahirkan di Kota Pahlawan. Aku hidup hanya berdua dengan nenekku karena sejak kecil aku sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuaku.
Kulihat masih pukul tujuh pagi, dalam hati berkata alhamdulillah masih belum telat masuk kelas, dari kejauhan aku melihat kawanku yang sebangku namanya Dito, anaknya sangat pendiam dan jarang berkomunikasi di kelas maupun di luar kelas, sejak awal masuk sekolah di SMK Berani Maju (BM), dia tidak pernah meluangkan waktunya untuk berkumpul dengan kawan sekelas.
"Hai!" (aku menyapanya).
Dito : "Iya Rahman, ada apa?"
kulihat wajahnya lebam seperti habis dipukul oleh seseorang.
"Wajah kamu kenapa kok habis seperti terjadi sesuatu?" (tanyaku).
Dito : "Enggak kok, gak papa hanya luka jatuh"
Aku yang melihatnya tak langsung percaya begitu saja, agak heran saja.
Pelajaran pertama dimulai, ya dimulai dengan hitung-menghitung, walau aku di kelas paling bodoh soal menghitung namun aku tak pernah untuk bolos sekolah apalagi tidak mengikuti mata pelajaran.
Ibu guru pun sontak langsung menunjukku untuk ke depan karena melihat aku sedang tidur, mau tak mau aku harus ke depan sembari diberi soal yang harus aku jawab. Soal yang sangat sulit bagiku dalam menghitung rumus, dan benar saja jawabanku selalu salah! Akhirnya guru pun menghukumku dengan berdiri di depan papan tulis sampai jam kelas selesai.
"Ayo siapa yang bisa jawab, langsung maju ke depan". (tanya guru kepada para siswa).
Teman-teman pun saling tuding dan aku yang melihatnya pun sedikit tertawa.
Akhirnya Dito mengacungkan tangannya, semua siswa langsung melihatnya seperti benci dan ada yang kagum, Dito memang anak yang paling pintar di kelas namun dia pendiam dan tak pernah memberikan sontekan kepada teman sebangku bahkan ke semua temannya.
Ibu guru langsung memberikan senyuman kepada Dito sambil berjalan ke arah papan tulis tiba-tiba Dito terjatuh dan sontak semua siswa tertawa.
Aku yang melihatnya pun agak jengkel kepada salah satu teman yang suka ngerjain, namanya Surya. Dia anak yang paling nakal di kelas, suka jahil kepada orang yang terlihat cupu dan lugu.
"Suryaaa!!! Maju ke depan kamu!" Teriak Ibu guru membentak karena melihat Dito terjegal dengan kakinya Surya.
Surya pun bergegas ke depan dan suasana kelas pun hening.
Hari sudah mulai siang dan cuaca pun masih mendung, azan zuhur sudah berkumandang. Aku langsung bergegas ke musala untuk melaksanakan salat zuhur.
Selesai melaksanakan salat aku langsung mengambil ransel dan bergegas untuk pulang.
Dari kejauhan aku melihat Dito dengan wajah ketakutan sedang berlari, tak lama kemudian aku melihat Surya juga ikut berlari mengejar Dito. Aku yang melihatnya pun langsung mengikutinya dari belakang, ternyata atas kejadian tadi Surya sangat marah kepada Dito dan hendak untuk memukulinya. Namun aku datang tepat waktu sambil mengatur nafas yang kelelahan.
Surya pun dengan nada tinggi membentak Dito, ketika mau memukul, aku pun datang untuk melerainya hingga terjadi sedikit adu fisik. Dengan kemampuan sedikit bela diriku di jalanan aku pun berhasil membuat Surya kalah dan aku berkata, "Jika kamu tidak ingin dimarahi guru bersikaplah kamu sebagai siswa yang berpendidikan, yang mengerti moral dan akhlak, jangan bertindak anarkis kepada teman bahkan orang yang tidak kamu kenal".
Akhirnya Surya pun meminta maaf pada Dito dan dia berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.
Aku sedikit tidak menyangka bisa berkata seperti ini, dan aku juga mengoreksi lagi dari perkataanku, sudahlah yang terpenting sudah tidak ada lagi kekacauan yang terjadi.
"Gimana keadaanmu? Apa ada yang terluka". (tanyaku ke Dito).
Dito : "Makasih ya, coba kalo gak ada kamu mungkin aku sudah babak belur".
"Alhamdulillah kalo begitu" (aku menjawab sambil tersenyum).
Sejak kejadian itu Dito pun dan Surya berteman baik dan saling berbagi ilmu dengan cara belajar bersama, aku pun juga ikut serta dalam belajar bersama, dari sini aku menekuni untuk mempelajari matematika dari Dito dan Surya.
Dalam hati berkata aku bersyukur bisa dipertemukan orang yang baik di luar rumah walau tidak aku dapatkan di keluarga namun ini adalah sebuah keharmonisan. Yang buruk tidak selamanya berakhir buruk, semua pasti ada jalannya.
Waktu berjalan seminggu, aku yang mulai beraktivitas seperti biasanya di rumah membantu nenek mencuci baju, masak, dan jualan.
Keesokannya aku mulai berangkat sekolah, dan hari ini aku sedikit terlambat karena habis mengerjakan PR hinga larut malam, Ibu guru pun sontak marah dan menanyaiku, "Dari mana jam segini baru datang".
Aku pun menjawab kesiangan sambil mengeluarkan buku untuk menyetorkan tugas yang minggu lalu diberikan.
Ibu guru sangat kaget ketika aku berhasil menjawab semua PR dengan benar dan sangat tidak percaya jika aku mengerjakannya sendiri.
Lantas Ibu guru langsung memberikanku pertanyaan yang berbeda, aku pun menjawabnya dengan rumus yang sudah dipelajari. Dan jawabanku kali ini benar.
Akhirnya Ibu guru pun memandangku dengan senyum sambil berkata "Ditingkatkan lagi ya Rahman. Tapi ingat jangan telat dan tidur.
Aku yang mendengarnya pun tersenyum dan memandang Dito dan Surya sambil memberikan jempol oke menandakan ilmu yang aku pelajari selama seminggu tidak sia-sia.